Fenomena cuaca seperti hujan es bukanlah fenomena cuaca yang baru
terjadi atau fenomena cuaca yang aneh, karena fenomena ini biasa terjadi
di Indonesia.
Kepala Sub Bidang Informasi Metereologi, Badan Metereologi dan
Geofisika (BMG), Ahmad Zakir ketika dikonfirmasi mengatakan turunnya
buliran es yang menyerupai salju itu disebabkan gumpalan awan yang dekat
dengan permukaan bumi. Bila gumpalan itu dekat permukaan bumi,
jelasnya, akan menyebabkan gumpalan awan tersebut tidak lebur dengan
baik sehingga turun ke bumi dalam keadaan masih berbentuk kondensasi
(gumpalan). “Tapi peristiwa seperti ini hanya berlangsung beberapa
menit. Setelah itu hujan berlangsung normal kembali,” katanya. Apakah
kondisi ini terjadi di daerah lain? Zakir hanya mengatakan fenomena itu
biasanya terjadi di daerah yang memiliki awan yang dekat dengan
permukaan bumi. “Awan merupakan asal hujan. Di Jawa Barat bagian utara
hal seperti ini juga sering terjadi. Beberapa daerah di Indonesia juga
sering terjadi,” ucap Zakir. Lebih lanjut dikatakan Zakir, butiran es
itu adalah semburan kondensasi air hujan yang menggumpal di atas
permukaan bumi yang disebut awan gelap. “Biasanya seperti itu. Pertama
kali keluar butir yang ada. Nah itu lima sampai 10 menit akan seperti
itu. Pertama kali itu bukan hujan gerimis tapi semburan dari butir-butir
hujan tapi ini tidak lama,”katanya.
Hujan Es+ Angin putting beliung berasal dari jenis awan bersel
tunggal berlapis-lapis (CB) dekat dengan permukaan bumi, dapat juga
berasal dari multi sel awan , dan pertumbuhannya secara vertical dengan
luasan area horizontalnya sekitar 3 – 5 km dan kejadiannya singkat
berkisar antara 3 – 5 menit atau bisa juga 10 menit tapi jarang, jadi
wajar kalau peristiwa ini hanya bersifat local dan tidak merata, jenis
awan berlapis lapis ini menjulang kearah vertical sampai dengan
ketinggian 30.000 feet lebih, Jenis awan berlapis-lapis ini biasa
berbentuk bunga kol dan disebut Awan Cumulo Nimbus (CB)
Bagaimana mengetahui adanya hujan es/angin puting beliung ?
Karena sifatnya yang lokal , luasannya kurang dari 10 km maupun durasinya yang sangat singat maka jika kita menggunakan model cuaca dengan grib 0,75 derajat (82,5 km), maka mempunyai perbandingan 1 : 8, kecuali kita mempunyai meso scal dengan domain yang sangat kecil kurang lebih 10 km, namun demikian fenomena tersebut sangat perlu diketahuia oleh kita yang ada diluar rumah, seperti :
Karena sifatnya yang lokal , luasannya kurang dari 10 km maupun durasinya yang sangat singat maka jika kita menggunakan model cuaca dengan grib 0,75 derajat (82,5 km), maka mempunyai perbandingan 1 : 8, kecuali kita mempunyai meso scal dengan domain yang sangat kecil kurang lebih 10 km, namun demikian fenomena tersebut sangat perlu diketahuia oleh kita yang ada diluar rumah, seperti :
1. lebih sering terjadi pada peralihan musim kemarau ke musim hujan
2. ebih sering terjadi pada siang atau sore hari, tapi terkadang pada malam hari
3. satu hari sebelumnya udara pada malam hari- pagi hari udaranya panas/pengap/sumu’
4. sekitar pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol
tahap berikutnya adalah awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap
5. perhatikan pepohonan disekitar tempat kita berdiri, apakah ada dahan atau ranting yang sudah bergoyang cepat, jika ada maka hujan dan angin kencang sudah akan datang
6. terasa ada sentuhan udara dingin disekitar tempat kita berdiri
7. biasanya hujan pertama kali turun adalah hujan tiba-tiba dengan deras, apabila hujan nya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri
8. Terdengar sambaran petir yang cukup keras, apabila indikator tersebut dirasakan oleh kita maka ada kemungkinan hujan lebat+petir dan angin kencang akan terjadi
9. Jika 1 atau 3 hari berturut –turut tidak ada hujan pada musim penghujan, maka ada kemungkinan hujan deras yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun tidak.
Kepala Sub Bidang Informasi Metereologi, Badan Metereologi dan
Geofisika (BMG), Ahmad Zakir ketika dikonfirmasi mengatakan turunnya
buliran es yang menyerupai salju itu disebabkan gumpalan awan yang dekat
dengan permukaan bumi. Bila gumpalan itu dekat permukaan bumi,
jelasnya, akan menyebabkan gumpalan awan tersebut tidak lebur dengan
baik sehingga turun ke bumi dalam keadaan masih berbentuk kondensasi
(gumpalan). “Tapi peristiwa seperti ini hanya berlangsung beberapa
menit. Setelah itu hujan berlangsung normal kembali,” katanya. Apakah
kondisi ini terjadi di daerah lain? Zakir hanya mengatakan fenomena itu
biasanya terjadi di daerah yang memiliki awan yang dekat dengan
permukaan bumi. “Awan merupakan asal hujan. Di Jawa Barat bagian utara
hal seperti ini juga sering terjadi. Beberapa daerah di Indonesia juga
sering terjadi,” ucap Zakir. Lebih lanjut dikatakan Zakir, butiran es
itu adalah semburan kondensasi air hujan yang menggumpal di atas
permukaan bumi yang disebut awan gelap. “Biasanya seperti itu. Pertama
kali keluar butir yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar