Beberapa waktu yang lalu, warga kampung saya menjadi heboh karena ada seorang warga melahirkan bayi “berwajah kodok” dan
berbadan mirip kodok. Sayang, si bayi meninggal setelah tiga jam
dilahirkan. Kelahiran bayi ini menjadi bahan pembicaraan warga kampung
karena dihubungkan dengan profesi bapaknya sebagai pencari kodok.
Menurut kabar dari tetangga dekat, bapak si bayi sudah diperingatkan
supaya “nyebut” (menyebut nama Allah) setiap kali akan berangkat mencari
kodok. Tapi setiap diingatkan, bapak si bayi marah-marah. Segeralah
warga menghubung-hubungkan perilaku bapak dengan kondisi si bayi yang cacat.
Kehebohan
berikutnya terjadi lagi karena ada tetangga lain yang melahirkan
seorang bayi perempuan dengan anggota tubuh yang tidak normal. Kaki
kanannya tidak tumbuh, jadi hanya tumbuh sedikit dibawah perutnya. Bisa
ditebak, hebohlah seluruh kampung membicarakannya. Iba dan simpati
tertuju pada si jabang bayi yang terlahir sehat tetapi dengan anggota
badan yang tidak lengkap. Kejadian ini pun
dihubung-hubungkan dengan “kenakalan” bapaknya beberapa bulan
sebelumnya. Ketika kandungan istrinya berusia empat bulan, Bapak si bayi
berkelahi dengan tetangga belakang rumah dan berteriak-teriak:
“Kupatahkan kakimu nanti, sampai buntung!!” Nah, sebagian warga meyakini
bahwa cacatnya si jabang bayi diakibatkan oleh perbuatan orang tuanya.
Believe it or not…
Terserah kita saja. Di jaman yang serba rasional dan modern, sebagian
kita pasti sudah memiliki penjelasan ilmiah mengapa ada bayi yang tidak
beruntung karena membawa beberapa kekurangan atau cacat. Tapi sebagian masyarakat masih
menghubungkan dengan beberapa mitos seputar kehamilan. Yah, namanya
juga masih tinggal di kampung. Banyak mitos atau tradisi yang kami
miliki, termasuk mitos seputar kehamilan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika seorang warga sedang hamil, antara lain:
1. Ibu
hamil tidak boleh membenci orang secara berlebihan karena dikhawatirkan
bayinya nanti mirip dengan orang yang kita benci. Celakanya, yang
mirip bukan rupa yang bagus atau sifat yang bagus, tetapi justru rupa
dan sifat yang jelek (makanya waktu saya hamil, saya berusaha membenci
Brad Pitt. Sudah diniatin ceritanya… Mudah-mudahan kalau anak saya
lahir, mukanya bisa mirip-mirip dikit lah sama dia. Eit, ternyata tetep
aja mirip sama Bapaknya! Hehehe…)
2. Tidak
boleh makan-makanan tertentu, misalnya: tidak boleh makan udang karena
dikhawatirkan bayinya melengkung seperti udang; tidak boleh makan daun so (daun pohon melinjo), karena nanti kalau melahirkan akan “ngaso”
(prosesnya jadi lama), tidak boleh makan pisang atau buah dempet,
karena dikhawatirkan anaknya akan dempet (mungkin seperti kembar siam
ya?)
3. Tidak boleh makan “jantung pisang” karena dikhawatirkan anaknya akan hitam dan kecil seperti jantung pisang.
4. Tidak
boleh menyembelih atau membunuh binatang secara semena-mena karena
dikhawatirkan akan menyebabkan anaknya cacat atau tidak normal.
5. Tidak
boleh takziyah, yaitu mengunjungi kerabat atau saudara yang meninggal
karena dikhawatirkan berakibat jelek pada janin, misalnya menjadi lemas
atau cacat.
6. Tidak boleh pindah rumah jika sedang hamil karena dikhawatirkan akan mengganggu perkembangan janin.
7. Tidak boleh tidur siang karena dapat membuat air ketuban menjadi keruh dan berakibat tidak baik bagi perkembangan janin.
8. Orang
hamil dianjurkan selalu mengatakan “amit-amit jabang bayi..” jika
melihat hal-hal yang tidak baik karena dikhawatirkan kalau tidak
mengucapkan maka anaknya akan melakukan hal-hal buruk yang dilihat
ibunya (Kalau sekarang, kata-kata amit-amit jabang bayi, sudah diganti
menjadi “na’udzu billah min dzalik” yang artinya aku berlindung kepada Allah dari hal-hal (jelek) tersebut. Jadi, sudah diberi muatan nilai agama Islam)
9. Membawa
“sambetan” (semacam tolak bala) yang terdiri dari beberapa daun dan
akar tanaman yang terdiri dari daun dan akar dringo dan bengle, membawa
pisau kecil atau gunting agar terhindar dari marabahaya. Biasanya
“sambetan” diselipkan dibalik baju atau digantungkan di sekitar dada.
Sebagian
larangan dan anjuran tersebut masih diyakini kebenarannya, tetapi
sebagian yang lain sudah dianggap sebagai mitos yang menyesatkan.
Menurut saya, larangan dan anjuran tersebut pada prinsipnya agar ibu
hamil dan suaminya menjaga diri, baik secara lahir maupun batin agar
memiliki efek positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayinya.
Percaya atau tidak percaya, dilakukan atau ditinggalkan, bergantung pada
keyakinan kita masing-masing. Yang jelas, setiap masyarakat memiliki local wisdom tersendiri dalam memaknai setiap peristiwa dalam kehidupannya, termasuk kehamilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar